Semoga Hidayah Tercurah Padanya
Anggota satu departemen kami berkurang satu. Satu teman kami (laki-laki) resign mulai kemarin. Dan sore kemarin, sepulang kerja, dia mengundang kami makan sekaligus acara perpisahan.
Ada rasa haru menelusup, mendengar pesan dan kesan selama kebersamaan dengannya yang disampaikan oleh teman-teman. Rata-rata merasa kehilangan sosok cerdas nan bersahabat. Kulihat, Umi berkali-kali menyeka airmatanya. Umi, yang di kantor adalah anak buahnya , memang yang paling dekat dengannya. Sudah seperti kakak adik saja. Aku ingat, ketika beberapa bulan lalu Umi meminta ijin pengunduran diri. Dia bersikeras tidak setuju. Bukan karena dia egois, tidak ingin pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Umi keteter, karena memang jarang orang di kantor yang punya skill setingkat Umi dalam bidang tersebut. Tapi dia lebih memperhatikan gimana kelanjutan kehidupan Umi kelak, karena bila Umi tidak bekerja, maka rumah tangga Umi benar-benar harus mengandalkan gaji suaminya yang juga karyawan di kantor kami. Dia sangat tahu, pasti akan sangat sulit hidup membiayai rumah tangga dengan seorang anak dengan hanya mengandalkan gaji seorang saja.
Meski jarang ngobrol dengannya, aku dapat melihat bahwa dia punya hati yang putih. Sayang tidak hanya pada anak dan istrinya, tapi juga pada kami semua. Kata terima kasih selalu terucap dari bibirnya untuk hal sekecil apapun yang dilakukan orang lain untuknya.
Tapi satu hal yang ingin sekali aku lihat dia melakukannya. Sholat !
Entah karena latar belakang didikan agama orang tuanya yang keturunan ningrat jawa, atau entah karena malas, aku jarang sekali bahkan tidak pernah melihat dia sholat di kantor. Setiap hari Jum'at pun, lebih sering kulihat dia duduk manis di depan komputer, sementara yang lain bergegas ke masjid kantor. Aku dan teman-teman satu departemen sudah sering mengingatkan secara halus. "Gak sholat?" atau "Yang lain udah pada ke masjid tuh". Tapi memang dasarnya orangnya cuek, dia biasanya hanya mnjawab "Iya..", lalu ngeloyor pergi. Seringnya sih, ketika aku turun ke ruang makan, dia sudah terlihat duduk satu meja makan dengan para manager atau supervisor nasrani.
Ada rasa sesal juga..kenapa dulu aku tidak mengajak dia diskusi serius tentang sholat. Bahwa sholat adalah ibadah wajib bagi setiap diri yang mengaku muslim. Sholat adalah tiang agama, kriteria untuk melihat ketakwaan seorang muslim.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan keta'atan kepadaNya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS. 98:5).
"Sesungguhnya Aku ini adalah Alloh, tidak ada ilah (yang haq) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Sholat untuk mengingat Aku" (Thoha: 24).
Tapi meski kini kita tak lagi satu kantor, kami selalu mendoakan agar Allah SWT mencurahkan hidayah-Nya padamu. Kemarin, saat aku diminta memberikan pesan & kesan, ingin sekali aku mengatakan : "Sholatlah sebelum kau disholati", karena sebagai sahabat, aku tidak ingin kau kena adzab Allah karena melalaikan kewajibanmu. Tapi kalimat itu menggantung di ujung lidah, tak jadi kukatakan, khawatir membuat kau malu hati pada yang lain. Doa dalam hati, agar Allah menggerakkan hatimu, aku pikir lebih baik dan bijaksana.
Pada ujung acara perpisahan, Umi memberikan sebuah kado sebagai kenang-kenangan dari kami. Saat itu, hanya Umi dan seorang teman yang tau apa isi kado tersebut, karena mereka yang memilih dan membelinya. Pagi ini, ketika kutanyakan ke Umi apa isi kado tersebut, ternyata sebuah baju koko, dengan harapan kau memakainya untuk sholat.
Ternyata doaku dan doa semua teman di sini sama. Ingin melihat kau mengerjakan perintah Allah agar hatimu tidak saja putih, tapi juga bercahaya.
Ada rasa haru menelusup, mendengar pesan dan kesan selama kebersamaan dengannya yang disampaikan oleh teman-teman. Rata-rata merasa kehilangan sosok cerdas nan bersahabat. Kulihat, Umi berkali-kali menyeka airmatanya. Umi, yang di kantor adalah anak buahnya , memang yang paling dekat dengannya. Sudah seperti kakak adik saja. Aku ingat, ketika beberapa bulan lalu Umi meminta ijin pengunduran diri. Dia bersikeras tidak setuju. Bukan karena dia egois, tidak ingin pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Umi keteter, karena memang jarang orang di kantor yang punya skill setingkat Umi dalam bidang tersebut. Tapi dia lebih memperhatikan gimana kelanjutan kehidupan Umi kelak, karena bila Umi tidak bekerja, maka rumah tangga Umi benar-benar harus mengandalkan gaji suaminya yang juga karyawan di kantor kami. Dia sangat tahu, pasti akan sangat sulit hidup membiayai rumah tangga dengan seorang anak dengan hanya mengandalkan gaji seorang saja.
Meski jarang ngobrol dengannya, aku dapat melihat bahwa dia punya hati yang putih. Sayang tidak hanya pada anak dan istrinya, tapi juga pada kami semua. Kata terima kasih selalu terucap dari bibirnya untuk hal sekecil apapun yang dilakukan orang lain untuknya.
Tapi satu hal yang ingin sekali aku lihat dia melakukannya. Sholat !
Entah karena latar belakang didikan agama orang tuanya yang keturunan ningrat jawa, atau entah karena malas, aku jarang sekali bahkan tidak pernah melihat dia sholat di kantor. Setiap hari Jum'at pun, lebih sering kulihat dia duduk manis di depan komputer, sementara yang lain bergegas ke masjid kantor. Aku dan teman-teman satu departemen sudah sering mengingatkan secara halus. "Gak sholat?" atau "Yang lain udah pada ke masjid tuh". Tapi memang dasarnya orangnya cuek, dia biasanya hanya mnjawab "Iya..", lalu ngeloyor pergi. Seringnya sih, ketika aku turun ke ruang makan, dia sudah terlihat duduk satu meja makan dengan para manager atau supervisor nasrani.
Ada rasa sesal juga..kenapa dulu aku tidak mengajak dia diskusi serius tentang sholat. Bahwa sholat adalah ibadah wajib bagi setiap diri yang mengaku muslim. Sholat adalah tiang agama, kriteria untuk melihat ketakwaan seorang muslim.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan keta'atan kepadaNya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS. 98:5).
"Sesungguhnya Aku ini adalah Alloh, tidak ada ilah (yang haq) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Sholat untuk mengingat Aku" (Thoha: 24).
Tapi meski kini kita tak lagi satu kantor, kami selalu mendoakan agar Allah SWT mencurahkan hidayah-Nya padamu. Kemarin, saat aku diminta memberikan pesan & kesan, ingin sekali aku mengatakan : "Sholatlah sebelum kau disholati", karena sebagai sahabat, aku tidak ingin kau kena adzab Allah karena melalaikan kewajibanmu. Tapi kalimat itu menggantung di ujung lidah, tak jadi kukatakan, khawatir membuat kau malu hati pada yang lain. Doa dalam hati, agar Allah menggerakkan hatimu, aku pikir lebih baik dan bijaksana.
Pada ujung acara perpisahan, Umi memberikan sebuah kado sebagai kenang-kenangan dari kami. Saat itu, hanya Umi dan seorang teman yang tau apa isi kado tersebut, karena mereka yang memilih dan membelinya. Pagi ini, ketika kutanyakan ke Umi apa isi kado tersebut, ternyata sebuah baju koko, dengan harapan kau memakainya untuk sholat.
Ternyata doaku dan doa semua teman di sini sama. Ingin melihat kau mengerjakan perintah Allah agar hatimu tidak saja putih, tapi juga bercahaya.