Tagihan Telponku

Beberapa bulan ini tagihan telpon rumah saya membengkak. Bahkan bulan lalu menembus angka 300 ribu. Kata bulik saya, yang tinggal di satu gang dengan saya, tagihan sebesar itu terbilang boros untuk saya yang hanya tinggal berdua dengan ibu, karena hanya dipakai untuk nelpon, tidak untuk connect internet misalnya.
Sejak Ramadhan lalu ibu tinggal di sini menemani saya. Dan sejak saat itulah frekuensi telpon ke Kendal meningkat untuk melepas kangen ibu kepada cucu semata wayangnya ataupun nenek yang memang tinggal di sana. Dan bila ibu menelpon cucunya, yang notabene adalah keponakan saya, maka hampir dipastikan, saya pun akan ikut nimbrung bicara setelah ibu. Menelpon keponakan seringkali jadi lupa waktu. Apalagi keponakan saya, yang disapa dengan Elan ini lagi ceriwis-ceriwisnya ngomong. Kata-kata yang digunakan pun seringkali membuat saya tertawa heran, kok bisa-bisanya anak 3.5 tahun memakai istilah seperti itu. Seperti tempo hari, Elan mengucapkan kata : "Dek Had rasa.." (ponakan saya selalu memanggil dirinya sendiri dengan 'Dek Had', potongan nama lengkapnya 'Elan Fahad'). Rasanya senang saja mendengar celotehan Elan di seberang sana hingga tak terasa pulsa telpon jalan terus. Di telpon, selain sering saya tanyakan 'sudah makan belum?' 'makan pake lauk apa' 'tadi sekolah gak' dan sebagainya, seringkali saya minta Elan untuk menyanyi, mengeja iqro (dia sudah bisa membaca huruf hijaiyah yang disambung lho) ataupun melafalkan doa-doa yang diajarkan di play groupnya. Menelpon Elan ternyata jadi hiburan juga :D. Tapi beberapa waktu, saya sedih juga ketika karena kangen dengan mbahnya, Elan tiba-tiba bilang gini : "Dek Had maunya mbah pulang. Bulik kan sudah besar, kok takut sih di rumah sendirian?". Jadi rebutan ibu deh dengan ponakan ^_^.
Saya sempat menunggui pertumbuhan Elan dari sejak usia kira-kira 5 sampai 12 bulanan ketika dulu saya mendapat kesempatan kerja di Semarang. Saat itu saya memilih tinggal di Kendal saja, karena jarak tempuh Kendal – Semarang yang cuma 3 jam pulang pergi. Amazing. Itulah satu kata untuk mewakili kekaguman saya melihat perkembangan Elan. Subhanallah, di sana saya benar-benar melihat Maha Kuasanya Allah yang menciptakan manusia dengan melengkapinya dengan akal. Ada saja hal baru yang dapat Elan lakukan setiap detiknya. Hingga sempat saya merasa malas berangkat kerja, karena keasyikan ingin melihat hal baru apalagi yang akan saya temui. Mungkin itu nikmatnya punya anak. Tapi memang betul peringatan Allah dalam Al Qur’an bahwa anak adalah salah satu ujian. Karena saking sayangnya kepada anak, bahkan bisa melalaikan kita untuk melakukan ibadah kepada-Nya.
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)" (QS. Ali 'Imran : 14)
Lalu bagaimana soal tagihan telpon yang membengkak tadi? Saya dan ibu tetap menggunakan telpon untuk melepas kangen dengan Elan, tetapi frekuensinya kami kurangi. Sekarang hanya sekali seminggu kami menelpon ke sana, kecuali bila ada hal-hal yang urgent. Tagihan telpon 300-an ribu di tengah kondisi BBM naik lumayan berat ternyata ^_^.