Nasi Aking Itu........
Tadi teman kantor ngajak saya makan siang di luar. Bosan dengan menu makanan kantin dan lagi bete, begitu alasannya. Kuiyakan ajakannya, hitung-hitung menghibur teman. Warung bakso 100 meteran dari kantor menjadi pilihan kami.
Dua mangkuk bakso tersaji di hadapan kami. Warung sepi, tak seperti biasanya, hingga teman saya leluasa curhat, meringankan sedikit kebeteannya. Sambil ngobrol, kami pun sesekali menengok ke samping, ke sebuah pesawat TV 14 inchi yang disediakan pemilik warung untuk para pengunjungnya. Pandangan kami kemudian tertegun di sana, saat sebuah channel TV menyiarkan berita tentang sebuah keluarga di Cirebon, yang karena himpitan ekonomi (lebih2 paska kenaikan BBM), sehari-hari mengkonsumsi nasi aking (nasi sisa yang dikeringkan) sebagai penawar lapar. Mereka kumpulkan nasi sisa - lebih sering sudah dalam keadaan basi - dari tetangga mereka, untuk kemudian dijemur sampai kering, lalu dimasak kembali (direbus lalu dikukus). Secuil ikan asin menjadi lauknya. Bahkan lebih sering tanpa lauk sama sekali. Satu keluarga tersebut terpaksa mengkonsumsi nasi aking sampai musim tanam tiba, dan orang tua di keluarga tersebut dapat kembali bekerja sebagai buruh tani.
Butiran bakso terasa tercekat, sulit sekali tertelan melihat kondisi mereka. Bukan hanya sedih, bagaimana bila seandainya kami sendiri yang mengalami. Tapi juga sedih, karena bisa jadi kami termasuk orang yang ikut andil dalam penderitaan mereka. Maafkan kami saudaraku, bila terkadang lalai bila ada hak orang lain dalam rizki yang kami dapat.
Dua mangkuk bakso tersaji di hadapan kami. Warung sepi, tak seperti biasanya, hingga teman saya leluasa curhat, meringankan sedikit kebeteannya. Sambil ngobrol, kami pun sesekali menengok ke samping, ke sebuah pesawat TV 14 inchi yang disediakan pemilik warung untuk para pengunjungnya. Pandangan kami kemudian tertegun di sana, saat sebuah channel TV menyiarkan berita tentang sebuah keluarga di Cirebon, yang karena himpitan ekonomi (lebih2 paska kenaikan BBM), sehari-hari mengkonsumsi nasi aking (nasi sisa yang dikeringkan) sebagai penawar lapar. Mereka kumpulkan nasi sisa - lebih sering sudah dalam keadaan basi - dari tetangga mereka, untuk kemudian dijemur sampai kering, lalu dimasak kembali (direbus lalu dikukus). Secuil ikan asin menjadi lauknya. Bahkan lebih sering tanpa lauk sama sekali. Satu keluarga tersebut terpaksa mengkonsumsi nasi aking sampai musim tanam tiba, dan orang tua di keluarga tersebut dapat kembali bekerja sebagai buruh tani.
Butiran bakso terasa tercekat, sulit sekali tertelan melihat kondisi mereka. Bukan hanya sedih, bagaimana bila seandainya kami sendiri yang mengalami. Tapi juga sedih, karena bisa jadi kami termasuk orang yang ikut andil dalam penderitaan mereka. Maafkan kami saudaraku, bila terkadang lalai bila ada hak orang lain dalam rizki yang kami dapat.
bisa dipastikan kita memang punya andil bu terhadap penderitaan mereka....
pertama, mungkin kita kurang sensitif memikirkan mereka.
kedua, kita membiarkan para pemimpin negeri ini terkungkung dalam ketidakpeduliannya.....
"Dunia ini kejam bukan karena pelakunya, tapi karena orang yang tahu tapi diam saja..." begitu jeritan yang nyaring di kuping saya....
Posted by
Dhika |
December 12, 2005 4:05 PM